Senin, 25 April 2011

Menda’wahi Wanita Bali, Mungkinkah ?



            Di Bali pasca tragedi 12 Oktober terjadi sebuah fenomena politik yang menarik. Seperti yang diberitakan oleh Bali Post, Forum Kepala Desa dan Paruman Desa Adat se Kodya Denpasar telah sepakat untuk melakukan penertiban terhadap pendatang yang datang ke Kota Denpasar. Di luar itu, berbagai organisasi massa dibentuk untuk mempertahankan Bali, dalam konteks ethnik dan sub ethnik, dari serangan pendatang, seperti Forum Peduli Denpasar, Suka-Duka Pemuda Denpasar dan Dewan Perwakilan Massa. Demikian pula dalam kolom surat pembaca, ulasan pendengar Radio Global atau lontaran berbagai pendapat kalangan pengamat dan birokrat di media massa menunjukan bahwa persoalan penting dan genting di Bali sekarang ini adalah kehadiran "hiruk-pikuk" pendatang di Bali. 

 
            Pertentangan atau sengaja dipertentangkan antara pendatang dan “Orang Bali” adalah kondisi yang menurut kacamata  da’wah kurang menguntungkan. Mengapa harus terjadi, bagaimana hal itu bisa terjadi dan berbagai pertanyaan yang membuncah dikalangan para da’i adalah sesuatu yang membuat gelisah sekaligus tantangan. Aktifitas da’wah akan berkembang dengan pesat jika stabilitas masyarakat kondusif bagi perkembangan amar ma’ruf nahi mungkar. Sebaliknya nilai-nilai islam agak terhambat apabila ada gap diantara masyarakat, kemaksiatan merajalela, dan keamanan yang kurang terjamin. Ungkapan dimasyarakat, media massa dan elektronik yang terekspos pasca 12 Oktober di Bali seperti yang tergambar diatas adalah faktor yang menghambat kerja da’wah.  Tetapi itu adalah tantangan sekaligus sunatulloh dari Allah. Bisa jadi Allah akan memberikan balasan yang berkalilipat kepada para penghasung al haq di bumi Allah yang terkenal dengan pariwisatanya ini.
            Dalam konteks mengajak wanita Bali untuk tertarik kepada Islam mungkin kita harus terpikir dalam benak kita. Pertama belum pernah ada dalam sejarah da’wah di Bali secara terstruktur lembaga da’wah yang secara serius melakukan hal ini. Kedua wanita Bali terkenal dengan kerja keras, tetapi kurang mendapatkan tempat yang terhormat dalam kaitannya dengan hubungan gender antara laki-laki dan perempuan. Perjalanan menda’wahi wanita Bali yang terekam adalah para pria muslim secara individu menikah dengan wanita Hindu. Itulah salah satu pintu, selain mungkin dengan power kekuasaan dan kekuatan militer misalnya.    
Menyiapkan berbagai perangkat, formulasi pengenalan (ta’rif) Islam  atau metode dan produk  yang akan kita pasarkan  kepada wanita Bali harus dipikirkan mulai sekarang. Termasuk didalamnya  lembaga atau wajihah yang akan kita gunakan.
            Kita tertarik dengan Tema ini karena mereka adalah  komunitas  lingkungan kita terdekat yang justru sering terabaikan dan yang paling utama bagi seorang mukmin adalah sebagai pertanggungjawaban kita kelak kepada Allah. Masalah hasil kita serahkan kepada Allah dan seberapa besar pengorbanan dan perjuangan kita. 
kalau kita mau jujur, sudah lebih dari 5-10  tahun tinggal di bumi Allah  ini. Namun interaksi secara langsung dengan penduduk asli, dalam hal ini adalah kaum perempuan Bali belumlah efektif dan membuahkan hasil dalam hal mengenalkan Islam kepada mereka.
            Barangkali yang menjadi kendala kita saat ini adalah kemampuan bahasa Bali kita yang terbilang minim atau bahkan tidak menguasai sama sekali. Di samping itu adanya sekat-sekat kultur budaya dan agama yang tampaknya sulit dan mustahil untuk dirubah. Akibatnya kita merasa enjoy saat berda’wah di kalangan sesama kaum pendatang. Kaum pendatang inilah yang menjadi fokus bidang garap da’wah kita. Sebetulnya peluang kita untuk mewarnai kaum perempuan Bali ini sangatlah besar. Betapa tidak ...! Sebagai seorang da’iyah, sudah barang tentu visi dan misi yang kita bawa adalah kebaikan untuk seluruh umat atau istilahnya Islam diturunkan sebagai Rohmatan Lil ’alamin. Firman Allah ”Dan tidaklah engkau Ku utus kecuali sebagai rahmat bagi seluruh Alam”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar