بسم الله الرحمن الرحيم
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
[1] Maksudnya: saya memulai membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang Ar Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah Senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
Allah memulai kitab-Nya dengan Basmalah, dan memerintahkan Nabi-Nya sejak dini pada wahyu pertama untuk melakukan pembacaan dan aktivitas lain dengan nama Allah. Iqro’ Bismi Rabbika, maka tidak keliru jika dikatakan bahwa Basmalah merupakan pesan pertama Allah kepada manusia; pesan agar manusia memulai segala aktifitasnya dengan nama Allah. Sayyid Qutub dalam tafsirnya berkata “Dia (Allah) yang maha suci itu merupakan yang haq, yang dari-Nya semua wujud memperoleh wujud-Nya, dan dari-Nya bermula dimulai dan dengan nama-Nya terlaksana gerak dan langkah.
Rosolullah SAW bersabda: “Setiap perbuatan yang penting yang tidak dimulai dengan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ maka perbuatan tersebut cacat. (HR. as- Sayuthi).
Apabila seseorang melakukan suatu pekerjaan dengan nama Allah atau atas nama-Nya, maka pekerjaan tersebut akan menjadi baik atau paling tidak, pengucapnya akan terhindar dari godaan nafsu, dorongan ambisi atau kepentingan pribadi, sehingga apa yang dilakukannya akan mengkibatkan kerugian bagi orang lain, bahkan akan membawa manfaat bagi diri pengucapnya, masyarakat, lingkungan, serta kemausiaan seluruhnya.
Oleh karena itu, ketika kita memulai suatu pekerjaan, mulailah dengan membaca Basmalah apapun jenis pekerjaan itu, misalnya makan, minum, belajar, berperang bahkan bergerak dan diam sekalipun. Karena dengan membaca Basmalah, kita akan mampu menyadari bahwa titik tolaknya adalah Allah SWT. Dan bahwa semua dilakukan demi karena Allah. Ia terlaksana kecuali atas bantuan dan kekuasaan Allah. Lebih jauh lagi, pekerjaan itu tidak jadi sia-sia sebagaimana firman Allah: “Kami hadapi hasil karya mereka, kemudian kami jadikan ia (bagaikan) debu yang berterbangan ( sia-sia belaka)” (QS. Al-Furqan : 23).
Disamping itu, jika kita menyebut nama Allah, maka pasti akan tenang hati kita. Sebagaimana firman Allah: “Dengan mengingat Allah, akan menjadi tentram hati. (QS. Ar-Rad : 28). Ketenangan dan ketentraman itu jika kita percaya bahwa Allah adalah penguasa tunggal dan pengatur alam raya dan yang dalam genggaman-Nya segala sesuatu.
Ketenangan itu akan dapat kita rasakan jika menghayati sifat-sifat-Nya, kudrat dan kekuasaan-Nya dalam mengatur dan memelihara sesuatu. Karena itu tidak heran jika ditemukan sekian banyak ayat dalam Al-Qur’an, yang memerintahkan orang-orang yang beriman agar memperbanyak dzikir menyebut nama Allah, dan karena itu setiap perbuatan yang penting hendaknya kita mulai dengan menyebut nama Allah.
Rasul SAW bahkan mengajarkan lebih rinci lagi, Beliau bersabda : “ tutuplah pintumu dengan sebutlah nama Allah, padamkanlah lampumu dan sebutlah nama Allah, tutuplah periukmu dan sebutlah nama Allah, rapatkanlah kendi airmu dan sebutlah nama Allah “.
Imam Ghazali menulis: “Manusia hamba Allah harus dapat mengambil dari lafadz ini kesadaran tentang kekuasaan Allah yang mutlak dalam kepemilikan dan pengaturan seluruh makhluk. Seluruh jiwa dan himmas (kehendak)-Nya harus dia kaitkan dengan Allah. Dia memandang kecuali kepada- Nya, tidak menoleh kepada selain Dia, tidak mengharap pula takut kecuali kepada-Nya, Bagaimana tidak demikian, sedang ia seharusnya telah paham dari nama ini, bahwa sesungguhnya Dia adalah wujud yang haqiqi dan haq, sedang selain Dia akan lenyap dan binasa. Dengan demikian, manusia akan memandang bahwa dirinya adalah yang pertama akan binasa dan dia adalah sesuatu yang bathil, seperti pandangan Rosulullah SAW: “Kalimat yang paling benar diucapkan seorang penyair kalimat labid yaitu : segala sesuatu selain Allah pasti disentuh kebathilan”. (HR. Bukhori, Muslim, dan Ibnu Majjah dari Abu Huroiroh).
MAKNA BASMALAH
Penulisan kata “Bismi” dalam bahasa arab adalah dengan tanpa menggunakan “alif” tidak seperti yang cara penulisan pada surah pertama “Iqro’ Bismirobbika” yang menggunakan huruf “alif”. menurut al-Qurtubi (w. 671 H), atas dasar alasan praktis. Namun az-Zarkasyi (w. 794 H) mengatakan bahwa tata cara penulisan al-Qur'an mempunyai rahasia-rahasia tertentu. Pendapat tersebut memang benar, sebab bila ditulis dengan huruf “alif”, kalimat “Basmallah” menjadi 20 huruf, bukan 19 huruf. Kalau ditulis dengan 19 huruf, maka akan sama de¬ngan banyaknya dengan huruf pada Hauqalah: La haula wa la quwwata illa billah atau "Tiada daya untuk memperoleh manfaat dan tiada daya untuk menolak kesulitan kecuali dengan bantuan Allah". Hal itu berarti pula bahwa titik tolak dan ujung pangkal segala sesuatu adalah Allah SWT.
Lebih jelas lagi, menurut Az-Zarkasyi menguraikan dalam kitabnya Al-Burhan bahwa tata cara penulisan Al-Qur’an mengandung rahasia-rahasia tertentu. Dalam hal meniadakan huruf “alif” ini mengisyaratkan ada sesuatu dalam rangkaian “kata” nya yang tidak terjangkau oleh panca indra. Kata “Allah” demikian juga Ar-Rahman pada Basmalah tidak dapat terjangkau hakikatnya. Kedua kata itu tidak dapat digunakan kecuali untuk menunjuk Tuhan yang Maha Esa. Kata Bismi yang dirangkai dengan kata Allah dan Ar-Rahman bermaksud mengisyaratkan hal itu berdasarkan hal tersebut kata Bismi pada surat Iqra’ ditulis dengan menggunakan huruf Alif, karena disana yang dikemukakan adalah yang disifati dengan Rabb/pemelihara, sedang pemaliharaan Tuhan cukup jelas kepada hamba-hamba-Nya.
Arifin Mufthi dalam bukunya “Matematika Alam semesta” mengemukakan bahwa penulisan kalimat Basmalah dengan tanpa menulisakan huruf Alif adalah berkaitan dengan huruf pada kalimat Basmalah yang berjumlah sembilan belas (19). Hal ini senada dengan pendapat Rosyid Kholifah yang mengatakan bahwa angka 19 memiliki rahasia dalam penulisan Al-Qur’an.
((بسم الله الرحمن الرحيم yang terdiri dari sembilan belas (19) huruf itu adalah pangkalan tempat muslim bertolak. Jumlah hurufnya sama dengan huruf Hauqalah ( لاحول ولاقوة إلا بالله). Tiada daya (untuk memperoleh kekuatan) dan upaya (untuk menolak mudarat) kecuali dengan bantuan Allah. Dengan demikian permulaan dan akhir dari usaha setiap muslim adalah bersumber dan berakhir pada kekuasaan Allah yang Rahman dan yang Rahim. Yang maha pengasih dan Maha Penyayang itu.
Berkaitan dengan angka sembilan belas ini, Allah swt berfirman dalam surat Mudatstsir ayat 29-31:
Artinya: “(Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Dan di atasnya ada sembilan belas (Malaikat penjaga). Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari Malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk Jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al kitab dan orng-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.
Begitulah Allah memberikan isyarat dengan banyak perumpamaan yang jelas dalam al-Qur’an. Bilangan sembilan belas (19) akan mampu meyakinkan ahlul kitab, menguatkan keimanan orang-orang yang beriman sekaligus menjadi cobaan bagi orang-orang kafir.
Thahir Ibn as-Syur berpendapat bahwa penulisan Basmalah pada awal surat-surat termasuk al-Fatehah bersumber dan mencontohi penulisannya dalam QS. An-Naml ayat 30. ditulis demikian adalah untuk mengisyaratkan bahwa itu adalah awal dari surat Nabi Sulaiman as yang dikirimnya pada penguasa kerajaan Saba’ ketika itu. Ketika para sahabat ingin menulis awal surat-surat al-Qur’an, maka pertanda awalnya adalah Basmalah yang ditulis serupa dengan pertanda awal surat Nabi Sulaiman itu. Ini menurut beliau dapat menjadi dasar atau teladan bagi yang ingin memulai satu tulisan dengan menulis Basmalah menggunakan huruf tebal atau berwarna.
BASMALAH DAN AL-FATEHAH
Tidak seorang Ulama’ pun yang berbeda pendapat dalam hal Basmalah, bahwa Basmalah ialah firman Allah swt. Yang tercantum dalam al-Qur’an, paling tidak pada QS. An-Naml ayat 30. pun tidak Ulama yang mengingkari pentingnya mengucapkan Basmalah pada awal setiap kegiatan penting, wealapun mereka mengetahui bahwa hadits ini tidak ditemukan dalam keenam buku hadits standar. Tetapi mereka berbeda pendapat menyangkut apakah ia merupakan bagian dari surat al-Fatehah atau bukan.
Imam Malik berendapat bahwa bukan merupakan bagian dari al-Fatehah dan karena itu beliau tidak membaca Basmalah ketika membaca al-Fatehah dalam sholat. Alasannya adalah antara lain perbedaan pendapat itu, ini karena al-Qur’an bersifat mutawattir, dalam arti periwayatannya disampaikan oleh orang banyak dan jumlahnya meyakinkan, sedangkan riwayat tentang Basmalah dalam al-Fatehah tidak demikian. Buktinya adalah kenyataan tentang terjadinya perbedaan pendapat itu. Beliau juga tidak bisa menemukan dalil yang riwayatnya shohih, yang menyatakan bahwa Basmalah adalah bagian dari al-Fatehah. Justru sebaliknya, sekian banyak banyak riwayat membuktikan bahwa Basmalah bukan bagian dari al-Fatehah. Salah satunya adalah Hadits yang menyatakan bahwa al-Fatehah itu dibagi menjadi dua bagian, satu bagian bagi Allah dimulai dengan Alhamdulillahirobbil ‘Alamin (tanpa menyebut Basmalah) dan satu bagian untuk manusia yang dimulai dari waiyyaka nasta’in sampai dengan akhir surat ini.
Alasan lainnya adalah pengamatan Imam Malik terhadap pengamalan penduduk madinah bahwa Imam atau masyarakat umum tidak membaca Basmalah ketika membaca surat al-Fatehah.
Berbeda dengan Imam Malik, Imam Syafi’i menilai bahwa Basmalah adalah ayat pertama dari surat al-Fatehah, sehingga menurut beliau shalat tidak sah tanpa membaca al-Fatehah dan Basmalah harus dibaca ketika membaca al-Fatehah.
Beliau mendasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Al-Fatehah terdiri dari tujuh ayat, awalnya adalah Bismillahirrahmanirrahiim. (HR. Ath-Thabrani dan Ibn Mardawiyah). Demikian juga informasi dari istri Nabi Muhammad SAW, Ummu Salamah yang menyatakan bahwa Rasul SAW membaca al-Fatehah termasuk Basmalah. (HR. Abu Daud Ahmad Ibnu Hambal dan Al-Baihaqi).
Imam Abu Hanifah mengambil jalan tengah setelah menggabung dan mengkompromikan dalil-dalil diatas. Menurut beliau, Basmalah dibaca dalam sholat ketika membaca surat al-Fatehah, tetapi tidak dengan suara keras.
Keluar dari berbagai perbedaan pendapat diatas, ketika seseorang membaca Basmalah, maka makna-makna yang terkandung dalam Basmalah diharapkan mampu menghiasi jiwanya, sehingga muncul kesadaran akan kelemahan diri serta kebutuhan kepada Allah. Bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan adalah atas kekuasaan Allah, dan bahwa apapun yang kita lakukan termasuk menarik dan menghembuskan nafas, makan atau minum, gerak refleks atau sadar, diam atau bergerak, semuanya tidak akan terlaksana tanpa pertolongan Allah.
Semoga segala sesuatu yang kita lakukan, selalu atas nama Allah, sehingga setiap aktifitas dan tindakan kita menjadi bernilai dihadapan Allah dan bisa bermanfaat paling tidak bagi diri kita sendiri yang mau mengucapkan Bismillaihirrahmaanirrahiim....
Wallaahu A’lamu Bis Showab... (Ahsin Bik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar